BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

waktuku hari ini


Get your own Digital Clock

Selasa, 29 April 2014

Mencoba Mendulang Pialatas Dari Lomba Kreativitas HAN 2014

    Awalnya tidak ada pikiran untuk hadir di kegiatani Lomba Krear Anak as (HAN) ar

Sabtu, 21 Desember 2013

PAUD Kota Surabaya Antara Optimis dan Pesimis

Tiga  hari ini, Kamis,  Jumat dan Sabtu saya harus bertemu dengan orang-orang yang berkecimpung, akrab, dan peduli dengan dunia PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) di Kota Surabaya. Kamis siang saya diundang untuk menghadiri rapat Pokjanal Kota Surabaya. Sore Jumat ada jadwal mengajar di S-1 PAUD otomatis saya bertemu dengan mahasisiwa saya yang kebanyakan sudah mengajar di PAUD. Sabtu saya menghadiri undangan parenting di PAUD Terpadu milik RSUD Dr Sutomo Surabaya.

 Rapat yang pertama saya hadiri adalah rapat Pokjanal (Kelompok  Kerja Operasional Pos PAUD Terpadu). Mereka ini adalah orang-orang yang peduli untuk memajukan PAUD khususnya Pos PAUD Terpadu (PPT) di Kota Surabaya. Di dalamnya ada PNS Bapemas dan KB, Dewan Pendidikan Kota Surabaya, BP-PAUDNI Regional II, atau mereka yang sudah purna tetapi masih tetap memiliki kepedulian terhadap perkembangan PPT di Surabaya seperti Bapak Suharto dan Ibu Murti.

Rapat berjalan heboh. Saya agak tertegun dengan gaya rapat seperti ini. Ada kecenderungan rapat ini boleh dikatakan debat kusir, saling curhat, sedikit saling menyalahkan dengan balutan nama evaluasi. Menjadi banyak diam menahan diri adalah pimpinan rapat yang juga akademisi dari UNESA Bu Gun nama yang sapaan beliau. Situasi seperti bola liar, apalagi setelah Bu Inung dalam curhatnya mengatakan bahwa perkembangan PPT utamanya pendidik PPT kalau dikaji dari Bapemas adalah pemberdayaan. Sementara adanya standar pendidik yang ditetapkan Kemendikbud menurutnya tidak akan pernah bertemu. Dapat ditangkap dengan adanya standardisasi pendidik membuatnya menjadi khawatir. Sayangnya setelah curhat panjang lebar  tanpa pemberitahuan kepada yang hadir ia meninggalkan ruangan walaupun di akhir rapat ia kembali.

Akhirnya secara tegas Bu Gun mengatakan bahwa beliau tidak setuju dengan pendapat Bu Inung bahwa pemberdayaan  pendidik PPT tidak akan pernah bertemu dengan standar yang pendidik yang ditetapkan Kemendikbud. Justru pemberdayaan dan standarisasi pendidik ini sangat bersinergi.  Pada intinya semua yang hadir yang sempat bersuara itu berkeinginan pokjanal tetap eksis dan PPT di Surabaya berkembang baik secara kuantitas maupun kualitas.

Rapat diakhiri dengan permintaan Bu Gun bahwa Pokjanal harus tetap eksis. Untuk itu peserta diberi pekerjaan rumah (PR) agar memberi masukan bagaimana sebaiknya tugas dan fungsi Pokjanal. PR ini akan didiskusikan lagi pada pertemuan Pokjanal 10 Januari 2014. Harapan semua yang hadir rapat semoga upaya Bu Gun tetap memberikan dampak positif terhadap perkembangan PPT terpadu. Dan PPT

Hari kedua, Jumat sore saya harus mengajar di kelas S-1 PAUD dengan mata kuliah Psikologi PAUD. Ketika berbicara masalah bagaimana memimpin lembaga PAUD untuk berkembang menjadi besar dan disukai masyarakat selaku dosen saya memberitahu strategi untuk mencapainya. Di antaranya pimpinan lembaga harus kreatif membuat banyak kegiatan yang melibatkan siswa dan orang tua. Hal ini bisa terlaksana bila hubungan antara lembaga dan orang tua berjalan harmonis dan komunikatif.

Respon dari salah satu mahasiswa yang masih muda menolak bahwa strategi itu tak mungkin bisa dilaksanakan. Alasannya banyak orang tua lebih suka PAUD tempat anaknya belajar  tanpa kegiatan karena dengan kegiatan itu berarti ia harus mengeluarkan biaya.

Berbeda lagi saat saya harus hadir di parenting yang diselenggarakan PAUD Terpadu  RSUD Dr  Sutomo. Saya berkenalan dengan Bu Kus seorang psikolg yang memimpin lembaga milik RS terbesar di Indonesia Timur ini. Perempuan yang sudah 38 berkecimpung di PAUD ini bercerita bahwa kegiatan hari ini dengan narasumber Prof. Mukhlas Samani, M.Pd  semua direncanakan, dikerjakan, dan dibiayai  oleh orang tua. Dan ini menjadi program rutin setiap tahun. Artinya saat sekolah sudah berbuat memberikan pemahaman kepada orang  tua dan orang tua menjadi paham bukan hal sulit  untuk merencanakan banyak kegiatan bersama orang tua.

Dari pengalaman tiga hari bersama para punggawa PAUD kota Surabaya. Mereka tertebar di Taman Kanak-Kanak, Kelompok Bermain,  taman Penitipan Anak, dan Pos PAUD Terpadu ada  satu semangat yaitu bagimana PAUD Kota Surabaya menjadi jauh lebih baik. Mungkin ini yang bisa dilakukan:
  1. Pokjanal harus tetap eksis,  tugas dan fungsinya harus terus dikembangkan, sebagai mitra dari Dinas Pendidikan Kota Surabaya harus bergandengan erat  untuk sama-sama memajukan PPT..
  2. Mahasiswa yang masih enggan untuk menerima perubahan segera buka jendela ada yang bisa dipelajari di luar sana
  3. PAUD Terpadu RSUD Dr Sutomo diharapkan mau berbagi pengalaman untuk PAUD-PAUD lain di Surabaya.
Terima kasih. Jayalah PAUD Surabaya. Selamat hari Ibu.


Kamis, 19 Desember 2013

bundacahaya: Pak Ahok, Mampirlah ke Surabaya! Mari belajar Lelang Jabatan "Gaya Arek Suroboyo"

bundacahaya: Pak Ahok, Mampirlah ke Surabaya! Mari belajar Lelang Jabatan "Gaya Arek Suroboyo"

Rabu, 18 Desember 2013

Pak Ahok, Mampirlah ke Surabaya! Mari belajar Lelang Jabatan "Gaya Arek Suroboyo"


"Ini mental guru. Ini sudah seperti maling kalau saya bilang," kata Ahok. 
Sengaja kutipan dari media online Merdeka.com saya letakkan di baris paling atas tulisan ini. Isi  kalimatnya begitu kasar.  Merah telinga yang mendengarnya. Guru dikatakan maling adalah hal sudah sangat ekstrim. Selama ini ada lebel melekat pada diri guru adalah  hal-hal yang baik-baik saja.. Citra guru sama sekali jauh dari perilaku buruk "maling". Guru biasa dininabobokan dengan kalimat-kalimat yang identik dengan pujian, santun, dan jauh dari aroma "kasar". Tetapi tidak untuk wakil Gubernur DKI, Basuki Cahaya Purnama atau lebih populer dengan panggilan Ahok. 

Lalu apakah semua guru atau guru-guru tertentu ya yang dimarahi Ahok? Ternyata tidak semua guru di DKI terkena marahnya. Guru-guru yang dimaksud Ahok itu mengerucut  kepada guru-guru yang mengadu nasib untuk mengikuti  lelang jabatan kepala sekolah.yang diadakan Pemerintah Daerah (Pemda DKI). Lho mengapa Ahok begitu marahnya kepada mereka?  Ya menurutnya ada hal yang kurang beres dalam pelaksanaan lelang jabatan kali ini.. " Tercium ada kecurangan, di mana soal dan jawaban yang dibuat Dinas Pendidikan, bocor ke peserta," (Merdeka.Com.18/12/2013)

Aroma kecuranganlah yang membuat Ahok marah. Mari kita mencoba memahami kemarahan dasyat dari seorang Ahok. Siapa pun termasuk Ahok merasa aneh dan kecewa bila guru sudah berani "bermain-main" di ranah kejujuran. Kalau muridnya bawa bocoran soal dilarang, gurunya harus konsisten dong jangan pula berkasak-kusuk mencari bocoran soal. Bocoran  tes calon kepala sekolah lagi, bagaimana ia nanti   memimpin bila dimulai dengan ketidakjujuran atau ketidak - PD-an? Ingat mencontek dan mencari bocoran soal adalah salah satu indikator individu yang kurang percaya diri (tidak PD).  Guru harus PD. Guru juga harus mempunyai niat baik untuk membangun budaya malu mencotek atau malu mencari bocoran soal. Marah Ahok adalah hal wajar ekspresi dari ketidakpuasan terhadap perilaku guru peserta lelang jabatan di provinsi yang dipimpinnya. 

Setelah dicermati dari kegiatan lelang jabatan kepala sekolah di DKI Jakarta ada hal yang membuat kita  bertanya. Mengapa lelang jabatan atau seleksi   calon kepala sekolah pembuat soal tesnya Dinas Pendidikan DKI? Ada keraguan terkait kualitas soal tes yang dihasilkan. Mengapa harus Dinas Pendidikan? Bukankah di Dinas pendidikan pekerjaan sudah sangat padat? Lalu siapa ya orang-orangnya?  Hal yang menyedihkan dampak dari aroma kecurangan ini  Ahok mengancam untuk mem-polisikan"Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta bila itu memang benar adanya. Bukankah bila antar pimpinan sudah saling mengancam berpengaruh pada iklim kerja yang kurang bagus?

Akhirnya saya hanya ingin menyampaikan sedikit saran kepada Ahok:
  1. Tugas Dinas Pendidikan DKI Jakarta dalam hal tes seleksi kepala sekolah (lelang jabatan kepala sekolah) adalah penyelenggara;
  2. Pembuat  soal tes sekaligus penilai peserta calon kepala sekolah sebaiknya  dari tenaga profesional misal kerja sama UI atau UNJ;
  3. Dinas Pendidikan Kota Surabaya bekerja sama dengan UNESA  sudah melakukannya;
  4. Silakan buka  web milik Dinas pendidikan Kota Surabaya terkait seleksi calon kepala sekolah dapat dipelajari.
Pak Ahok, mampirlah ke Surabaya mari belajar lelang jabatan kepala sekolah "gaya arek suroboyo". Kami tunggu ya.


Selasa, 19 November 2013

Ada Apa dengan SDN Rangkah 7 Surabaya?

Beberapa hari lalu Outlock Surabaya salah satu acara di SBO-TV mendiskusikan kasus di SDN Rangkah 7 Surabaya. Orang tua murid   sekolah tersebut marah karena salah satu guru di sekolah tersebut yang bernama  Lestariyono telah melakukan perbuatan tidak terpuji. Perbuatan asusila yang sama sekali tidak layak bila dilakukan guru. Yono memperlakukan siswa dengan perilaku tidak pantas seperti mencium (ada yang sempat membekas di bibir), meraba pantat, dan membuka pakaian bagi siswi bernilai kecil/jelek (sumber JPNN/13Nov.2013). Atas perbuatan yang "nylenehnya"  Yono sudah diberi sanksi menjadi staf UPTD-BPS Surabaya 3 yang berkantor di Mulyorejo. 

Malam ini secara tak sengaja saat menikmati ronde yang dibeli di ujung tol Simo remot kembali ke SBO TV. Ternyata ada tayangan acara diskusi dengan tema yang sama yaitu terkait Yono guru SDN Rangkah 7 Surabaya.. Menurut saya kali ini  lebih heboh disamping ada  Isa Ansori dari Dewan Pendidikan Kota Surabaya,  Yoris dari LSM (saya lupa nama LSM-nya) yang jelas LSM yang peduli kepada anak,  Baktiono anggota DPR Kota Surabaya,  Tri  orang tua siswa kelas IV SDN Rangkah 7 (kedua terakhir via line telepon). Semakin heboh karena  ada tayangan  gambar saat  rapat penyelesaian kasus ini di Dinas Pendidikan Kota Surabaya (pagi tadi)  berkali-kali muncul. 

Dalam diskusi yang berlangsung sepertinya ada gelombang besar yang  mendesak agar kasus ini tidak hanya diselesaikan dengan sanksi dari SKPD terkait tetapi harus diangkat ke ranah hukum. Beberapa catatan yang mengharapkan kasus Yono masuk ranah hukum:

  1. Dua kali  pembawa acara (OS-SBO-TV) mengatakan, "Sebagai orang awam akan mengatakan ..... enak dong kalau begitu jadi guru saja ...... ." ( kalau melakukan pencabulan tidak dihukum ...mungkin itu maksudnya).
  2. Yoris, "Kalau tidak diangkat ke ranah hukum maka akan muncul Yono-Yono yang lain."
  3. Tri mengatakan, "Yono harus ditindak tegas karena sekarang pun anak yang di kelas IV sudah merasa takut kepada guru laki-laki."
  4. Baktiono, "Para orang tua korban keberatan bila diangkat ke ranah hukum. Mereka tidak tega bila anak-anaknya harus bolak-balik ke kator polisi atau mungkin pengadilan."
  5. Permintaan alat lie detector oleh pembawa acara kepada Baktiono agar DPR menganggarkan untuk membeli alat ini.


Dari 5 catatan yang ada sama sekali tidak ada yang berusaha bagaimana memberikan  tindak lanjut penanganan yang efektif untuk anak-anak yang menjadi korban. Hal ini penting karena akan menimbulkan trauma berkepanjangan bagi korban. Saya sepakat dengan Isa Ansori yang mengatakan bahwa saat seorang anak pernah menjadi korban pelecehan seksual oleh orang dewasa dan anak tersebut tidak mengalami perubahan perilaku setelahnya, dikhawatirkan anak mengalami perasaan "ikut menikmati" dan ini akan berdampak ke depan ia akan rentan terhadap eksploitasi dirinya. Kondisi ini tidak boleh terjadi. Hal penting yang harus segera dilakukan adalah segera adakan pendampingan oleh profesional kepada para korban.

Pendampingan ini juga harus dilakukan kepada siswa bukan korban karena sudah ada gejala bias trauma ke kelas lainnya seperti yang diungkapkan Tri orang tua siswa. Dikhawatirkan bias trauma  tidak hanya menyebar di internal SDN Rangkah 7 tetapi  sudah meluas di sekolah lain. Ada gejala juga para siswa menjadi takut dengan guru laki-laki. Sekolah harus memberikan rasa nyaman kepada semua siswanya. Jangan biarkan siswa dalam kondisi ketakutan saat di sekolah. harapan kita "sekolah ramah anak" bukan hanya slogan indah tanpa makna.

Saat diskusi berlangsung ada SMS masuk yang dibacakan oleh pembawa acara. SMS itu berasal dari orang tua siswa kelas VI yang menceritakan bahwa kepala SDN Rangkah VI mengatakan, "Sudah puas? Akan melaporkan ke mana lagi?" Ada nuansa marah. Satu hal yang wajar bila kepala sekolah marah. Tugas kepala sekolah sudah cukup berat bila mendapat tekanan lain menjadi lebih emosional. 

Sekalipun ada beberapa orang tua murid tidak sependapat  kalau Yono hanya mendapat sanksi dinas saja tetapi Baktiono  tetap tidak menngangkat kasus ini ke ranah hukum dengan alasan permintaan orang tua yang hadir di rapat. Apa yang dikatakan Edi dari PGRI mungkin ada benarnya bahwa seorang guru bila mendapat sanksi di"kantor"kan itu sudah sangat menyiksanya dan sebagai hukuman yang paling berat.

Sementara permintaan pembawa acara meminta DPR Kota Surabaya agar menganggarkan untuk membeli lie detector dipicu adanya informasi yang beragam pro dan kontra.  Termasuk SMS yang mewarnai diskusi ini sehingga pembawa acara berharap kasus ini benar-benar terselesaikan dengan informasi dan komunikasi yang tanpa kebohongan. Clear. Tidak ada dusta di antara kita. Mungkin ide yang bagus yang harus direspon  oleh DPR Kota Surabaya. Sekarang cukup CCTV saja di setiap kelas biar apa pun yang dilakukan guru dan siswa bisa dilhat oleh siapa pun.

Kita berharap tidak ada lagi Yono-Yono yang lain muncul. Stop sampai Yono Rangkah 7 saja. Ingat Bapak/Ibu Guru ...... saat kita sudah memilih profesi sebagai guru ada konsekwensinya dan anda tahu itu. Seorang guru diminta berperilaku mirip perilaku nabi  ........ dan stop !!!!!!! Jangan mesum di kelas. Jadikan sekolah kita istana bagi para siswanya. Biarkan anak-anak masuk dan keluar dari sekolah tersenyum tanpa ada trauma. Amin


Untuk: Prita yang lagi belajar jadi guru di KI  (Nikmat kan?)
            QQ (Pagi2 naik becak asyik ya?)

Senin, 16 September 2013

Belajar dari Kasus Tabrakan Maut Dul Maia Dhani

Sebenarnya saya menahan diri untuk tidak menulis tentang kaus kecelakaan maut yang dialami Dul atau AQJ anak terkahir dari Maia dan Dhani. Saya juga tidak harus menceritakan siapa kedua orang tuanya  terlalu sangat populer rasanya hanya buang-buang waktu.  semua orang hampir mengenalnnya.

Usia Dul 13 tahun usia di persimpangan. Usianya  masih di posisi antara masa anak-anak yang harus ditinggalkan sementara gerbang remaja yang ia masuki masih belum sepenuhnya ia kenal. Dapat diibaratkan satu kaki Dul masih berada di masa anak-anak sedanggkan satu kaki lagi sudah ada di gerbang masa remaja. Pada tahapan ini Dul masih menjadi pengembara untuk mencari identitas diri, Sayangnya pencarian identitas ini harus ia lakukan lebih banyak sendiri tanpa pendampingan kedua orang tuanya. Kita tahu kedua orang tuanya telah bercerai.

Mari kita cermati waktu kecelakaan terjadi adalah saat anak-anak seumurnya terlelap tidur di rumah. Dul pergi tanpa pamit kepada ayahnya. Dul lebih memilih mengantarkan pacar daripada pergi dengan ayahnya di pesta pernikahan seorang artis.  Ada komentar dari seorang selebritis yang mengatakan bahwa kecelakaan tidak akan terjadi seandainya kedua orang tuanya tidak bercerai, hal ini memungkinkan. Dul lebih memilih "ngluyur tanpa  pamit ke ayahnya" bukankah ini simbolisasi bahwa rumah yang super mewah tidak lagi menarik untuknya.

Konon ceritanya setelah mengantarkan pacar Dul pun singgah ke rumah sang ibu, bukankah ini naluri anak ingin selalu dekat dengan ibunya? Ia merindukan Maia ibunya. Tak akan ada satupun kekuatan yang bisa membunuh rindu anak terhadap ibu sekalipun itu kemewahan. Ada rasa kasihan kepada Dul   kondisinya tertekan dalam arogansi orang dewasa. Ia mencari kebahagiaan dengan caranya dengan  punya pacar di usianya yang masih bocah entah pacaran yang bagaimana semoga  hanya cinta monyet saja.

Ada keharuan dibalik kasus ini. Foto ini sepertinya memberikan cerita bahwa sebenarnya Dul sangat rindu dan ingin selalu dekat ibunya. Secarik kertas dari pengadilan yang mengatakan hak asuh ada di ayahnya memberikan dampak yang amat buruk. Dul memberontak dengan caranya. Dul ingin diperhatikan bahwa ia ingin selalu dekat dengan sang ibu. Tangan ibunya begitu erat digenggamnya di saat-saat rasa sakit menderanya. Dul Dul kasihan kamu.

Kedua orang tuanya kompak dengan jawaban sama mengaku bahwa mereka tidak tahu kalau anaknya bisa setir mobil. Ayahnya memfasilitasi Dul mobil plus sopir. Ketidaktahuann kedua orang tua terhadap kemampuan Dul menetir mobil bisa diapahami. Hal ini bisa jadi karena kesibukkan mereka sampai tidak memperhatikan satu sisi dari tingkat perkembangan Dul. Atau memang Dul sendiri menyembunyikan kemahirannya menyetir. Harapan kita  semoga jawaban "tidak tahu" bukan jawaban pura-pura dengan maksud agar tidak dikejar pertanyaan lain baik dari polisi maupun wartawan. Semoga Dul tidak terobsesi game balapan saat menyetir.

Prinsip pendidikan yang diterima Dul dari ayahnya adalah pendidikan bebas aktif. Mungkin prinsip ini perlu disempurnakan dengan satu frase "tanggung jawab". Mendidik dengan prinsip bebas-aktif-bertanggung jawab itu lebih sempurna. Apa pun dan siapa pun  Dul harus diajarkan bagaimana bertanggung jawab. Dan sekarang momen tepat bagi Dul untuk bagaima belajar  bertanggung jawab, Bukankah ada tujuh nyawa mati sia-sia karena perbuatannya? Juga bertanggung jawab untuk keluarga yang ditinggalkannya.

Saya yakin orang tuanya mampu membiayai para profedional di bidangnya untuk membuat desain pembelajaran yang pas untuk Dul dengan materi tanggung jawab.  Memang dilihat dari usianya Dul tidak harus dihukum seperti hukuman untuk orang dewasa. Tetapi Dul tetap harus menjalani proses hukum sebagai bagian dari materi bagaimana bertanggung jawab. 

Dari kasus Dul ada beberapa hal yang bisa kita petik sebagai pembelajaran:
1. Pengawasan orang tua tetap nomor satu terhadap kegiatan anak-anaknya;
2. Hadiah apapun dari orang tua kepada anak adalah hak tetapi perlu dipikirkan untuk              mencari`hadiah   yang sesuai usia anak;
3. Banyak pakar/profesional di bidangnya  memberikan pendapat terhadap kasus Dul ini adalah peningkatan  pengetahuan bagi masyarakat;
4. Mengembalikan komunikasi tersendat menjadi lebih komunikatif bagi kedua orang tuanya.

Cepat sembuh ya Dul. jangan kauulangi ya.



Selasa, 25 Desember 2012

Dua Permpuan Kuat, Cerdas, dan Cantik di Film 5 Cm


Pevita Pearce
Pevita Pearce di film ini menjadi tokoh Dinda adik dari Arial (Deny Sumargo). Saya percaya Rizal sang sutradara paham benar mengapa memilih Pevita. Ya .... karena cantik, cerdas, dan juga kuat walaupun peran lugu tampak di film. Keluguannya tampak  di dalam dialog dengan Jafran saat berkomunikasi via telepon. "Saat kuliah kamu sering nongkrong ya ..." kata Jafran. Dengan lugunya Dinda menjawab, "Gak tuh aku kuliah duduk di kursi kok". Percakapan yang menonjolkan sisi keluguan seorang adik yang sedang ditaksir teman kakaknya. Film ini menjadi sedikit romantis karena kehadirannya. Sekalipun di akhir cerita menjadi kasih tak sampai antara dirinya dengan pemeran Jafran (Herjunot Ali). Yang jelas di 5 cm ia menjadikan Mahameru lebih indah.

Reline Shah
Perempuan kuat, cerdas, dan cantik  lainnya adalah Reline Shah untuk film ini ia harus belajar dialek Betawi dulu karena ia dibesarkan di Medan dan Singapura. Pernah meraih gelar Pavorit di Puti Indonesia 2008. Di film ini ia bagian dari lima sahabat Genta (Fredy Nuril), Ian (Igor Saikoji), Jafran, dan Arial. Berperan sebagai Riyani perempuan yang hobi banget dengan kuah mie rebus. Ianlah yang menjadi sasaran tempat ia meminta. Awal cerita tampak ia naksir tersembunyi kepada  Genta tapi kenapa diakhir cerita Genta harus bertepuk sebelah tangan. Wajah cantiknya membuat kita tidak bosan dengan 4 lelaki sahabatnya lebih tepat ia menyegarkan suasana 5 sekawan. Saat pendakian saya agak mengkhawatirkan betisnya yang kecil tetapi pengakuannya Mahameru bukan gunung pertama yang pernah ia daki. Hebat ... cerdas, cantik, dan kuat lebih tepat untuk ia dan Pevita
Add caption

Terlepas dari dua peran perempuan cerdas, kuat, dan cantik di atas film 5 cm memberi kita banyak pembelajaran bagaimana kita membangun persahabatan. Film ini mengajari kita bagaimana bertoleransi.  Bagaimana saling mengingatkan  saat sahabat belum memperoleh keberhasilan. Dengan bahasa yang sama sekali tidak menyakitkan. Seperti saat mengingatkan Ian si gendut yang belum juga lulus dari S1--nya. Juga sering mengritisi Ian yang larut dalam hobi nonton VCD bokep. Dengan gaya memotiivasi yang sama sekali tidak menyakitkan akhirnya sukses juga Ian diwisuda.
 Merawat sebuah hubungan persahabatan tidak mudah. Tetapi di film ini kita belajar bagaimana memahami seorang sahabat. Bagaimana Arial tidak memiliki keberanian saat menghadapi cewek. Tetapi akhirnya ia berhasil mendekati seorang cewek yang ditaksirnya. Hal ini tidak terlepas dari sahabat-sahabatnya yang rajin memotivasi sekaligus menaikkan konfiden Arial.

Genta lebih menjadi lead di persahabatan ini. Ia yang mempunyai ide untuk break dulu selama tiga belum untuk tidak saling ketemu. Tentu ide ini banyak ditolak teman-temannya. tapi itulah seorang pemimpin .... toh akhirnya yang lain menyetujui. Tiga bulan dalam senandung rindu untuk tidak saling bertemu.

Akhirnya Genta pula yang mengingatkan kepada teman-temannya setelah 3 bulan. Mereka janjian di Stasiun Senen dengan pesan jangan lupa membawa peralatan pada umumnya orang mau kemping. Hanya sedikit Genta mengiformasikan kegiatan apa yang akan dilakukan tetapi ia hanya ingin punya sejarah spesial yang bisa diingat untuk lima sahabat.

Petualangan pun dimulai. Berangkat berenam dengan kereta ekonomi Matarmaja dengan tujuan Malang. Dari Stasiun Malang naik mobil bak terbuka menuju Ranuyoso. Ada yang menarik penggunaan KA Matarmaja yang berkelas ekonomi agak sedikit menghapus image bahwa film Indonesia umunya glamor dan sok mewah. Film ini berbeda. Film ini juga seperti mengajak kita berwisata bagaimana indahnya Ranupane, Ranuyoso, dan Kalimati yang banyak dibicarakan di kalangan pendaki. 

Pada umumnya pendaki di awal perjalanan sangat menikmati tetapi saat kondisi sudah mulai melemah bisa saja  hal ini  menjadi pemicu sebuah perubahan karakter. Masing-masing pendaki bisa menjadi  lebih sensitif dan emosional. Tetapi di sinilah bagaimana emosi mereka diuji untuk  saling menolong, saling memotivasi, bersabar untuk menanti teman tertinggal, saling memberi perhatian saat ada yang sakit. Tetapi rasa sakit dan lelah akhirnya terlupakan saat sampai di Mahameru puncak tertinggi di Jawa. 5 cm mengajari kita bagaimana fokus untuk mencapai obsesi dan cita-cita.

Dari tokoh Ian kita belajar bahwa untuk mencintai tanah air kadang kita harus tahu lebih banyak dulu tentang tanah air yang selama ini kita tempati. Ian yang rencananya akan melanjutkan kuliah ke Menchester toh akhirnya batal karena kesadaran yang muncul setelah ia bersusah payah mencapai Puncak Mahameru. Pengalaman batinnya mengajaknya untuk tetap tinggal dan berada di Indonesia. Dan dia tidak perlu lagi ke luar negeri. Negeri ini pun patut dan layak untuk tetap dijadikan rumah kita yang  dan cinta para anak bangsa. Terima kasih