Beberapa hari lalu Outlock Surabaya salah satu acara di SBO-TV mendiskusikan kasus di SDN Rangkah 7 Surabaya. Orang tua murid sekolah tersebut marah karena salah satu guru di sekolah tersebut yang bernama Lestariyono telah melakukan perbuatan tidak terpuji. Perbuatan asusila yang sama sekali tidak layak bila dilakukan guru. Yono memperlakukan siswa dengan perilaku tidak pantas seperti mencium (ada yang sempat membekas di bibir), meraba pantat, dan membuka pakaian bagi siswi bernilai kecil/jelek (sumber JPNN/13Nov.2013). Atas perbuatan yang "nylenehnya" Yono sudah diberi sanksi menjadi staf UPTD-BPS Surabaya 3 yang berkantor di Mulyorejo.
Malam ini secara tak sengaja saat menikmati ronde yang dibeli di ujung tol Simo remot kembali ke SBO TV. Ternyata ada tayangan acara diskusi dengan tema yang sama yaitu terkait Yono guru SDN Rangkah 7 Surabaya.. Menurut saya kali ini lebih heboh disamping ada Isa Ansori dari Dewan Pendidikan Kota Surabaya, Yoris dari LSM (saya lupa nama LSM-nya) yang jelas LSM yang peduli kepada anak, Baktiono anggota DPR Kota Surabaya, Tri orang tua siswa kelas IV SDN Rangkah 7 (kedua terakhir via line telepon). Semakin heboh karena ada tayangan gambar saat rapat penyelesaian kasus ini di Dinas Pendidikan Kota Surabaya (pagi tadi) berkali-kali muncul.
Dalam diskusi yang berlangsung sepertinya ada gelombang besar yang mendesak agar kasus ini tidak hanya diselesaikan dengan sanksi dari SKPD terkait tetapi harus diangkat ke ranah hukum. Beberapa catatan yang mengharapkan kasus Yono masuk ranah hukum:
- Dua kali pembawa acara (OS-SBO-TV) mengatakan, "Sebagai orang awam akan mengatakan ..... enak dong kalau begitu jadi guru saja ...... ." ( kalau melakukan pencabulan tidak dihukum ...mungkin itu maksudnya).
- Yoris, "Kalau tidak diangkat ke ranah hukum maka akan muncul Yono-Yono yang lain."
- Tri mengatakan, "Yono harus ditindak tegas karena sekarang pun anak yang di kelas IV sudah merasa takut kepada guru laki-laki."
- Baktiono, "Para orang tua korban keberatan bila diangkat ke ranah hukum. Mereka tidak tega bila anak-anaknya harus bolak-balik ke kator polisi atau mungkin pengadilan."
- Permintaan alat lie detector oleh pembawa acara kepada Baktiono agar DPR menganggarkan untuk membeli alat ini.
Dari 5 catatan yang ada sama sekali tidak ada yang berusaha bagaimana memberikan tindak lanjut penanganan yang efektif untuk anak-anak yang menjadi korban. Hal ini penting karena akan menimbulkan trauma berkepanjangan bagi korban. Saya sepakat dengan Isa Ansori yang mengatakan bahwa saat seorang anak pernah menjadi korban pelecehan seksual oleh orang dewasa dan anak tersebut tidak mengalami perubahan perilaku setelahnya, dikhawatirkan anak mengalami perasaan "ikut menikmati" dan ini akan berdampak ke depan ia akan rentan terhadap eksploitasi dirinya. Kondisi ini tidak boleh terjadi. Hal penting yang harus segera dilakukan adalah segera adakan pendampingan oleh profesional kepada para korban.
Pendampingan ini juga harus dilakukan kepada siswa bukan korban karena sudah ada gejala bias trauma ke kelas lainnya seperti yang diungkapkan Tri orang tua siswa. Dikhawatirkan bias trauma tidak hanya menyebar di internal SDN Rangkah 7 tetapi sudah meluas di sekolah lain. Ada gejala juga para siswa menjadi takut dengan guru laki-laki. Sekolah harus memberikan rasa nyaman kepada semua siswanya. Jangan biarkan siswa dalam kondisi ketakutan saat di sekolah. harapan kita "sekolah ramah anak" bukan hanya slogan indah tanpa makna.
Saat diskusi berlangsung ada SMS masuk yang dibacakan oleh pembawa acara. SMS itu berasal dari orang tua siswa kelas VI yang menceritakan bahwa kepala SDN Rangkah VI mengatakan, "Sudah puas? Akan melaporkan ke mana lagi?" Ada nuansa marah. Satu hal yang wajar bila kepala sekolah marah. Tugas kepala sekolah sudah cukup berat bila mendapat tekanan lain menjadi lebih emosional.
Sekalipun ada beberapa orang tua murid tidak sependapat kalau Yono hanya mendapat sanksi dinas saja tetapi Baktiono tetap tidak menngangkat kasus ini ke ranah hukum dengan alasan permintaan orang tua yang hadir di rapat. Apa yang dikatakan Edi dari PGRI mungkin ada benarnya bahwa seorang guru bila mendapat sanksi di"kantor"kan itu sudah sangat menyiksanya dan sebagai hukuman yang paling berat.
Sementara permintaan pembawa acara meminta DPR Kota Surabaya agar menganggarkan untuk membeli lie detector dipicu adanya informasi yang beragam pro dan kontra. Termasuk SMS yang mewarnai diskusi ini sehingga pembawa acara berharap kasus ini benar-benar terselesaikan dengan informasi dan komunikasi yang tanpa kebohongan. Clear. Tidak ada dusta di antara kita. Mungkin ide yang bagus yang harus direspon oleh DPR Kota Surabaya. Sekarang cukup CCTV saja di setiap kelas biar apa pun yang dilakukan guru dan siswa bisa dilhat oleh siapa pun.
Kita berharap tidak ada lagi Yono-Yono yang lain muncul. Stop sampai Yono Rangkah 7 saja. Ingat Bapak/Ibu Guru ...... saat kita sudah memilih profesi sebagai guru ada konsekwensinya dan anda tahu itu. Seorang guru diminta berperilaku mirip perilaku nabi ........ dan stop !!!!!!! Jangan mesum di kelas. Jadikan sekolah kita istana bagi para siswanya. Biarkan anak-anak masuk dan keluar dari sekolah tersenyum tanpa ada trauma. Amin
Untuk: Prita yang lagi belajar jadi guru di KI (Nikmat kan?)
QQ (Pagi2 naik becak asyik ya?)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar