Salah satu tugas seorang pengawas sekolah dasar ( di Kota Surabaya dapat sebutan Pengawas TK/SD) adalah memberikan supervisi akademik. Supervisi akademik adalah tugas pengawas sekolah yang berkaitan dengan pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan para guru di kelas. Tentang pelaksanaan proses pembelajaran sudah diatur di Peraturan Mendiknas Nomor 41/2007 . Satu di antara yang dibahas dalam peraturan ini adalah tentang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Sayangnya peraturan ini masih belum semua guru memahaminya.
Dengan pemahaman yang berbeda dari para guru wajar bila terjadi di lapangan RPP disusun dalam beragam tampilan. Hal ini harus direspon positif karena ini bagian dari hasil belajar dan proses kreatif para guru. Bisa jadi hal ini merupakan pengembangan yang penting tetap mengacu pada Permendiknas di atas. Entahlah kenapa yang sering menjadi pertanyaan para guru lebih banyak tentang RPP padahal perangkat pembelajaran lainnya masih ada dan cukup bisa dijadikan topik pembicaraan.
Beberapa pertanyaan yang sering dilontarkan oleh para guru berkaitan dengan RPP:
1. Bu, apakah boleh menggunakan RPP yang sudah jadi? (Maksudnya membeli dari penerbit);
2. Bu, apakah RPP harus tulis tangan?
3. Bu, apakah RPP boleh dengan ketikan komputer?
4. Bu, saya bingung mengapa ya RPP Dinas dan CE berbeda?(Yang dimaksud Dinas mungkin
Dinas Pendidikan dan CE (Continuening Education) adalah kerja sama Dinas Pendidikan Kota
Surabaya dengan Universitas Negeri Surabaya/UNESA dalam rangka meningkatkan kulaitas
kemampuan SDM guru).
5. Bu, boleh ya mengajar tanpa RPP?
6. Bu, ada guru yang tanpa RPP hasil nilai siswanya bagus, berarti kan RPP tidak berpengaruh
pada keberhasilan peserta didik?
Jawaban dari pertanyaan di atas tentunya ditunggu oleh para guru. Oleh karenanya saya mencoba membahasnya satu persatu dalam bentuk gagasan yang mengacu pada peraturan, sebagai berikut:
1. RPP yang sekarang banyak dipasarkan oleh beberapa penerbit, boleh kita beli. Boleh juga
digunakan pada saat mengajar dengan catatan: Pelajari dulu! Sudah sesuaikah dengan
pembelajaran yang kita kehendaki? Sudah sesuaikah dengan kondisi kelas? Kalau memang
sudah sesuai ya silakan menggunakannya. Tapi jangan lupa sah tidaknya RPP itu setelah
ditandatangani guru dan mengetahui kepala sekolah.
2. Boleh, yang penting rapi dan terbaca. Bukankah ini pula yang selalu dituntut guru kepada
muridnya. Filosofinya bahwa guru tidak hanya bisa memerintah muridnya untuk menulis rapi
dan terbaca tapi dirinyapun memang sudah melakukan hal itu, sebuah pembelajaran
model/keteladanan.
3. Boleh dan dianjurkan.
4. Bingung tidak dilarang pada dasarnya keduanya sama-sama mengacu pada permendiknas di
atas. Perbedaan itu hanya karena pengembangan. Bingung tetapi tetap mengerjakan itu guru
yang diharapkan, bingung lalu tidak mengerjakan itu guru yang tidak diharapkan. Mari
kebingungan itu kita minimalisasi dengan belajar. Belajar bisa dengan berdiskusi , konsultasi
dengan pengawas, dan meningkatkan minta baca.
5. Tidak boleh, menyusun RPP bagian dari tugas guru yang harus dilaksanakan.
6. Penulisan RPP bagian dari upaya untuk memaksimalkan hasil pembelajaran. Bekerja dengan
perencanaan akan lebih baik hasilnya dengan bekerja tanpa perencanaan. Guru yang
mengajar tanpa RPP muridnya berhasil dengan nilai bagus, insyaallah kalau ke depan guru
ybs mau menyusun RPP nilai muridnya akan jauh lebih bagus lagi.
Terima kasih untuk bapak dan ibu guru semoga ke depan guru lebih profesional. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar