Kata kawin siri yang akhirnya diikuti kata kawin kontrak sekarang sedang fenomenal. Hampir semua media baik cetak maupun elektronik mencoba mengulasnya. Hal ini dampak dari bocornya draff RUU tentang kawin siri walaupun akhirnya secara terbuka Menteri Agama Surya Dharma Ali membantahnya bahwa tidak ada semua itu.
Terlepas dari semua itu yang jelas masyarakat luas sudah mendengar dan membacanya. Besar kemungkinan para pelaku sempat merasa jantungnya berdenyut kencang karena salah satu isinya adalah memidanakan pelaku dan mereka yang terlibat di dalamnya. Dan yang merasa dirugikan merasa sedikit lega karena RUU ini dianggap sebagai dewa penolong. Tentunya hal yang biasa masayarakat luas menanggapinya dengan pro dan kontra.
Lalu sebenarnya apa ya kawin siri itu? Perkawinan yang tidak tercatat di kantor pemerintah (KUA) secara Islam sah tetapi karena tidak tercatat di KUA pemerintah tidak mengakuinya. Saat saya kecil saya iba terhadap seorang perempuan dengan dua anak balita begitu sulitnya ia menghidupi dua anaknya sementara sang suami sudah meninggalkannya. Akhirnya ia menumpang hidup di rumah orang tuanya yang secara ekonomi tidak lebih baik.Sementara tetangga kanan kiri selalu berbisik, "Dia itu janda bukan karena tidak memiliki surat janda tetapi kalau dikatakan gadis kan sudah beranak dua." Itu kurang lebih komentar tetangga sekitarnya terhadap perempuan korban kawin siri.
Secara otomatis hak anak pun menjadi tidak jelas. Hak untuk memperoleh akta kelahiran menjadi lebih rumit karena salah satu persyaratan membuat akta kelahiran adalah surat nikah. Jalur nikah siri tidak memiliki surat nikah. Saat itu belum ada akta kelahiran dengan orang tua tunggal. Hak anak untuk memperoleh warisan pun akan terkendala. Sementara si ibu kedua anak tadipun ditinggal begitu saja tanpa jaminan hidup bagi dirinya maupun kedua anaknya. Begitu tragis. Kesan itu mendalam ibuku terutama mengatakan bahwa sebaiknya menikah itu harus sah secara agama juga sah secara negara.
Sementara pengetahuanku tentang kawin kontrak adalah ya ..... kawin sesuai kebutuhan. Pengetahuanku tentang ini bertambah setelah tadi pagi aku melihat wawancara seorang perempuan pelaku kawin kontrak bercerita bahwa kawin kontrak itu paling lama dua tahun tetapi ada juga yang harian. Dari sisi nominal rupiah yang dihasilkan memang menggiurkan karena umumnya lelaki pelaku kawin kontrak adalah tenaga kerja asing/pedagang dari luar negeri. Jadi mereka menikahi perempuan kita untuk kurun waktu selama bekerja di Indonesia. Wajarlah nominalnya menjadi besar karena biasanya dibayar dengan mata uang asing. Apa ada hubungan cinta? Yah .... untuk sementara hal yang satu ini dikesampingkan dulu. Prioritas utamanya lebih karena masalah ekonomi. Dan perempuan Indonesia ada kok yang mau bekerja di jalur ini.
Akhirnya tentang keputusan untuk melakukan kawin siri atau kawin kontrak kembali ke pribadi masing-masing. Tidak ada pemaksaan kehendak untuk melarang maupun menyetujui. Itu terlalu pribadi. Catatan ini hanya memaparkan apa yang pernah saya lihat dan saya dengar keputusan akhir silakan pada masing-masing pribadi. Siri ataukah kontrak?
Terlepas dari semua itu yang jelas masyarakat luas sudah mendengar dan membacanya. Besar kemungkinan para pelaku sempat merasa jantungnya berdenyut kencang karena salah satu isinya adalah memidanakan pelaku dan mereka yang terlibat di dalamnya. Dan yang merasa dirugikan merasa sedikit lega karena RUU ini dianggap sebagai dewa penolong. Tentunya hal yang biasa masayarakat luas menanggapinya dengan pro dan kontra.
Lalu sebenarnya apa ya kawin siri itu? Perkawinan yang tidak tercatat di kantor pemerintah (KUA) secara Islam sah tetapi karena tidak tercatat di KUA pemerintah tidak mengakuinya. Saat saya kecil saya iba terhadap seorang perempuan dengan dua anak balita begitu sulitnya ia menghidupi dua anaknya sementara sang suami sudah meninggalkannya. Akhirnya ia menumpang hidup di rumah orang tuanya yang secara ekonomi tidak lebih baik.Sementara tetangga kanan kiri selalu berbisik, "Dia itu janda bukan karena tidak memiliki surat janda tetapi kalau dikatakan gadis kan sudah beranak dua." Itu kurang lebih komentar tetangga sekitarnya terhadap perempuan korban kawin siri.
Secara otomatis hak anak pun menjadi tidak jelas. Hak untuk memperoleh akta kelahiran menjadi lebih rumit karena salah satu persyaratan membuat akta kelahiran adalah surat nikah. Jalur nikah siri tidak memiliki surat nikah. Saat itu belum ada akta kelahiran dengan orang tua tunggal. Hak anak untuk memperoleh warisan pun akan terkendala. Sementara si ibu kedua anak tadipun ditinggal begitu saja tanpa jaminan hidup bagi dirinya maupun kedua anaknya. Begitu tragis. Kesan itu mendalam ibuku terutama mengatakan bahwa sebaiknya menikah itu harus sah secara agama juga sah secara negara.
Sementara pengetahuanku tentang kawin kontrak adalah ya ..... kawin sesuai kebutuhan. Pengetahuanku tentang ini bertambah setelah tadi pagi aku melihat wawancara seorang perempuan pelaku kawin kontrak bercerita bahwa kawin kontrak itu paling lama dua tahun tetapi ada juga yang harian. Dari sisi nominal rupiah yang dihasilkan memang menggiurkan karena umumnya lelaki pelaku kawin kontrak adalah tenaga kerja asing/pedagang dari luar negeri. Jadi mereka menikahi perempuan kita untuk kurun waktu selama bekerja di Indonesia. Wajarlah nominalnya menjadi besar karena biasanya dibayar dengan mata uang asing. Apa ada hubungan cinta? Yah .... untuk sementara hal yang satu ini dikesampingkan dulu. Prioritas utamanya lebih karena masalah ekonomi. Dan perempuan Indonesia ada kok yang mau bekerja di jalur ini.
Akhirnya tentang keputusan untuk melakukan kawin siri atau kawin kontrak kembali ke pribadi masing-masing. Tidak ada pemaksaan kehendak untuk melarang maupun menyetujui. Itu terlalu pribadi. Catatan ini hanya memaparkan apa yang pernah saya lihat dan saya dengar keputusan akhir silakan pada masing-masing pribadi. Siri ataukah kontrak?
0 komentar:
Posting Komentar