BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

waktuku hari ini


Get your own Digital Clock

Selasa, 15 Februari 2011

Guru Pintar dan Cerdas

Guru adalah salah satu profesi yang banyak dijadikan bahan dialog baik di tingkat komunitas pengunjung warung kopi sampai di gedung-gedung besar tempat seminar atau lokakarya. Sekarang profesi ini cukup digandrungi masyarakat terbukti di ruang kelas PT yang membuka jurusan seperti halnya jurusan PGSD atau PGTK (Pendidikan Guru Sekolah Dasar/Taman Kanak-Kanak) selalu dipenuhi peminat. Sampai-sampai ada seloroh kalau mau investasi menguntungkan buka saja jurusan pendidikan utamanya jurusan PGSD atau PGTK.


Daya dorong yang menyebabkan naiknya minat menjadi guru di SD atau di TK bisa jadi karena sejak 2006 pemerintah menggelontorkan kepada para guru Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) kepada guru yang sudah memenuhi syarat. Jumlah yang diterima cukup lumayan satu kali gaji bagi guru PNS dan Rp 1.500.000,00 (Satu juta lima ratus ribu rupiah) bagi guru Non-PNS. Diharapkan perolehan dari TPP berpengaruh pada kesejahteraan para guru sekaligus bisa memberi kesempatan guru untuk meningkatkan kemampuan profesinya.


Belakangan ini sudah tidak asing lagi beberapa guru sudah akrab dengan laptop. Mereka sudah memanfaatkan laptop sebagai alat bantu saat bekerja. Dengan uang TPP mereka pun sudah terbiasa membayar kontribusi untuk mengikuti seminar atau diskusi ilmiah lainnya dengan tema pendidikan. Sebagian lagi ada yang hobi membacanya lebih terpuaskan karena dengan uang TPP bisa menambah koleksi buku baru untuk perpustakaan pribadinya.Ya ... inilah hal-hal yang diinginkan dengan diberikannya TPP kepada guru-guru. Dengan TPP guru diharapkan mau mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuanprofesinya.


Sudahkah semua guru seperti itu? Sayangnya masih belum semua guru memanfaatkan TPP dengan prioritas pembelanjaan pengembangan diri dan peningkatan kemmpuan profesi.Mengapa masih ada guru yang belum memanfaatkan TPP untuk peningkatan kemampuan profesinya? Banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Satu di antaranya adalah faktor pola pikir berorientasi kebendaan. Beberapa guru masih lebih suka uang yang diterimanya digunakan untuk membeli kendaraan atau uang muka pembelian rumah. Pembelian rumah ini ada yang karena memang belum punya rumah tetapi beberapa guru membeli rumah ke-2 atau mungkin ke-3 dengan maksud diberikan untuk anak-anaknya. Salahkah bila mereka membeli lagi rumah? Tidak ada yang salah karena ketika uang itu sudah menjadi hak penerima bebas membelanjakan. Sekalipun memang bagi penerima TPP ada marka yang harus dipatuhi satu di antaranya bahwa TPP digunakan untuk peningkatan kemampuan profesi.


Bagi guru-guru yang hasil TPP nya untuk pembelian kendaraan, rumah, maupun benda kepemilikan lainnya diharapkan tetap menyisihkan anggaran untuk peningkatan kemampuan profesi. Hasil cermatan sepintas masih ada guru penerima TPP yang lebih suka dikirim untuk mengikuti seminar atau pelatihan dengan biaya sekolah (BOS) alias cari gratisan. Sebaiknya hal ini tidak lagi dilakukan. Para guru penerima TPP harus mau berbagi kesempatan kepada guru lain yang belum menerima TPP untuk dikirim pelitah atau sejenisnya. Hal ini akan memberi dampak pemerataan kualitas guur minimal di tingkat sekolah.


Insyaallah kalau para guru penerima TPP mau meningkatkan kemampuan profesinya akan lahir guru-guru pintar yang cerdas. Guru-guru pintar paham benar bagaimana mengelola kelasnya dengan baik. Peserta didik akan terhipnotis oleh guru yang cerdas karena kecerdasan nya ia begitu piawai meramu-memilih-memilah perangkat pembelajaran yang ada kemudian disajikan dengan begitu menarik sehingga siswa terlena dan benar-benar "belajar" saat proses pembelajaran. Guru-guru yang pintar dan cerdas sangat dibutuhkan negeri ini untuk menjadikan SDM Indonesia yang lebih baik. Semoga guru-guru kita semakin pintar dan cerdas. Amin



0 komentar: