BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

waktuku hari ini


Get your own Digital Clock

Jumat, 31 Juli 2009

Joki PTN, Perilaku Anak Bangsa yang Memprihatinkan




Berita yang banyak dibicarakan saat sekarang adalah kasus terungkapnya Joki UMPTN di Universitas Hasannudin Makasar Sulawesi Selatan. Para joki ini sebagian besar berasal dari ITB. Sudah menjadi rahasia umum kampus tertua di Kota Bandung ini adalah gudangnya anak-anak pintar secara intelektual. menurut salah satu pembantu rektor ITB motivasi mereka untuk menjadi joki adalah karena "menjual kemiskinan" mereka tergiur fee yang cukup tinggi sebesar Rp 30.000,00. Mereka gelap mata dan mereka ingin cepat dapat duit banyak akhirya lupa akhlak dan penyesalan yang didapat.

Dilihat dari kacamata orang tua, memiliki anak dengan kecerdasan intelektual yang bagus adalah kebanggaan tetapi apabila kecerdasan lainnya seperti kecerdasan spiritual, emosi, dan kecerdasan sosial tidak terasah maka kepedihanlah yang akan diperoleh orang tua. Siemua orang tua tidak menghendaki anaknya berjalan di alur yang tidak normatif.

Kasus tergiurnya mahasiswa untuk menjadi joki adalah sebuah akibat. Dari kalimat yang disampaikan oleh salah satu pembantu rektor terungkap bahwa mereka ingin secara cepat dapat uang dalam jumlah banyak. Tetapi mengapa harus dengan menjadi joki? Ya... karena ingin secara cepat dengan memanfaatkan kelebihan mereka yaitu "otak" yang encer. Mereka
sudah tidak mengindahkan lagi tentang aturan, mereka sudah tidak lagi bisa membedakan mana larangan dan mana yang diperbolehkan. Bisa jadi ini pengaruh dari budaya instan yang sudah semakin fenomenal di masyarakat kita.

Otak yang cemerlang atau kecerdasan intelektual yang bagus sebaiknya diimbangi dengan komponen kecerdasan lainnya seperti kecerdasan spiritual, emosional, dan kecerdasan sosial. Dengan adanya ketidakseimbangan komponen kecedasan di atas maka terjadilah perilaku se;perti yang telah diperbuat para "joki".

Permasalahannya keseimbangan komponen kecerdasan anak-anak ini sebenarnya tanggung jawab siapa? Orang tua, masyarakat, pemerintah, atau siapa? Lebih bijak jawabannya semua sektor harus bertanggung jawab. Orang tua sudah jelas mendidik dan menanamkan nilai-nilai kebaikan di rumah. Kampus dengan pengembangan metodologi dan pengembangan sarana prasarananya berjabaku untuk mencapai tujuannya yaitu mendidik manusia Indonesia yang baik. Lingkungan masyarakat menawarkan banyak pilihan kepada anak-anak dan remaja untuk menjadi anggota-anggota organisasi pendidikan non formal yang tujuannya juga menmbantu memberikan kegiatan yang positif untuk mereka. Tetapi mengapa masih saja
ada perilaku para remaja ini yang masih tidak terkendali?

Kalau kita cermati kasus di atas karena "menjual kemiskinan" artinya mereka berasal dari keluarga yang memiliki uang tidak banyak. Sementara lingkungan keseharian mereka menyajikan pemandangan yang "menggiurkan" misal: Teman dengan laptop yang keren kendaraan terbaru, berbau wangi , ber AC dan nyaman, atau tempat kos dengan fasilitas hotel berbintang. Hal ini bisa jadi sebagai salah satu pemicu mereka untuk melakukan perjokian.

Harapan kita masyarakat dan pemerintah harus kompak mencegah bagaimana hal-hal di atas tidak terulang. Pemerintah harus meningkatkan kesejahteraan dan meminimalisasikan kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Memperbanyak pilihan kegiatan yang positif dalam bentuk organisasi yang bergerak di bidang pendidikan non formal sebagai bantuan masyarakat terhadap pembangunan pendidikan di negeri ini.

Terima kasih perlu disampaikan kepada ITB yang telah mengambil keputusan untuk tidak melaporkan kasus ini kepada pihak POLRI. Bentuk skors dan pemecatan sudah merupakan hukuman yang berat bagi mereka. Akhirnya kita berharap semoga sanksi ini akan berefek jera terhadap mereka dan mahasiswa lainnya untuk melakukan. Semoga pula sanksi dari kampusnya menjadikan pembelajaran bagi mereka untuk mengembangkan dirinya lebih baik ke depan dan memanfaatkan anugerah pintarnya" untuk hal-hal yang baik.

Ket. Foto: Kontingen Surabaya di Raimuna Daerah Jatim 2009


0 komentar: